Wednesday, April 11, 2012

MAKALAH FILOSOF AL-KINDI (SEJARAH DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRANNYA)


A.    PENDAHULUAN
Adanya jurang pemisah yang dalam antara islam dengan filsafat Aristoteles dalam berbagai persoalan, kemudian adanya serangan yang banyak dilancarkan oleh kalangan agama terhadap setiap pembahasan pikiran yang tidak membawa hasil yang sesuai dengan kaidah agama yang ditetapkan sebelumnya, serta hasrat para filsuf sendiri untuk dapat menyelamatkan diri dari tekanan-tekanan tersebut agar mereka bisa bekerja dengan tenang,  itulah hal-hal yang mendorong filsuf-filsuf untuk mempertemukan agama dengan filsafat.
Sebagaimana Al-Kindi, ia mempertemukan agama dengan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa keduanya sama-sama merupakan ilmu tentang kebenarann, sehingga diantara keduanya tidak ada perbedaan. Pengaruh golongan Mu’tazilah Nampak jelas pada jalan pemikirannya, ketia ia menetapkan kesanggupan akal manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ilmu filsafat pertama yang meliputi ketuhanan, keesaan, keutamaan, dan ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh hal-hal yang berguna dan menjauhkan hal-hal yang merugikan, dibawa kuga oleh rasul Tuhan.
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat sangat memerlukan filsafat untuk memperkuat alas an-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah antara hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Pemecahan Al-kindi terhadap masalah ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti sebenarnya). Arti majazi ini hanya dinyatakan dengan jalan takwil ( penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli pikir.
Kalau ada perbedaan antara afilsafat dengan agama, maka perbedaan itu hanya dalam cara, sumber, dan cirri-cirinya, sebab ilmu nabi-nabi (agama) diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan disiapkan untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar hokum alam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya.[1]

B.     AL-KINDI
Terkenal denga sebutan “Filsuf Arab”, Ya’kub Ibn Ishaq Al-Kindi, berasal dari Kindah di Yaman tetapi lahir di Kufah (Irak) pada tahun 797 M. Ayah Al-Kindi adalah Gubernur Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) dan Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M). Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Zaman itu adalah zaman penterjemahan buku-buku Yunani dan Al-Kindi sepertinya juga aktif dalam gerakan penterjemahan ini, tetapi usahanya lebih banyak dalam member kesimpulan dari pada menterjemah. Karena ia orang yang berada, maka ia dapat membayar orang-orang untuk menterjemahkan buku-buku yang diperlukannya.
Kemudian ia sendiri mengarang buku-buku dan menurut keterangan Ibn Al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 berupa filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, music, matematika, dan sebagainya. Dalam The Legacy of Islam kit abaca bahwa bukunya tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M.[2]
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah :
a.     Aliran Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah flsafat.
b. Pemikiran-pemikiran Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam.
c.    Pemikiran-pemikiran Plato dalam hal-hal kejiwaan.
d.   Pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.
e.   Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-Nya.
f.  Aliran Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.[3]

C.    FILSAFAT AL-KINDI
Ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir. Kata-katanya ini ditunjukkan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya karena dianggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.
Menurut Al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua hal yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi, tujuan seorang filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran, semakin dekat pula kepada kesempurnaan.
Dalam keterangan Al-kindi tersebut terdapat unsur-unsur pikiran Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles terlihat pada pembagian filsafat bersifat teori dan amalan. Unsur Plato ialah tercermin dari pendefinisinya terhadap filsafat, karena sebelum Al-Kindi, Plato telah mengatakan bahwa filsuf adalah orang yang menghiasi dirinya dengan mencintai kebenaran serta penyelidikan, dan lebih mengutamakan jalan keyakinan daripada dugaan (dhan).
Jalan mencapai kebenaran telah digariskan oleh Plato dan aliran Pitagoras. Aliran Pitagoras menetapkan matematika sebagai jalan ke arah ilmu filsafat. Sesuai dengan itu, maka Al-Kindi dalam salah satu risalahnya menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan obat-obatan. Dalam riasalah lain yang berjudul Buku Aristoteles, Al-kindi menekankan perlunya mempelajari buku-buku Aristoteles dengan menyebutkan urut-urutan kegunaan  dan tingkatannya. Dengan demikian maka Al-Kindi selain memperlihatkan corak Platonisme dan Pitagorasme,  ia merupakan pengikut Aristoteles pertama di Arab.

1.      Filsafat Ketuhanan
Selain seorang filosof, Al-kindi adalah seorang ahli ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan menjadi dua, yaitu :
1)  Pengetahuan Ilahi (Divine Science) sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yaitu Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
2)  Pengetahuan Manusiawi (Human Science), atau falsafat. Dasarnya adalah pemikiran (ratio-reason).
Filsafat baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (knowledfe of truth). Di sinilah terlihat persamaan filsafat dengan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, begitu pula tujuan tujuan filsafat. Disamping wahyu, agama menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama (the fisrt truth) bagi Al-kindi ialah Tuhan. Dengan demikian, pada dasarnya filsafat membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan Al-Kindi :
Filsafat yang tekemuka dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar
Tuhan dalam filsafat Al-kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak serupa dengan Tuhan. Tuhan itu unik. Ia adalah Yang Benar Pertama dan Yang Benar Tunggal. Ia semata-mata satu.. hanya ialah yang satu, selain Tuhan semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan paham yang ada dalam islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat Aristoteles. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat pada filsafat Platonius yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu. Namun paham emanasi ini kurang kentara dalam filsafat Al-Kindi, sehingga kemudian Al-Farabi-lah yang menuliskan tentang paham tersebut dengan jelas.

2.      Filsafat Jiwa
Menurut Al-kindi roh tidak tersusun tetapi mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Jiwa mempunyai 3 daya, yaitu daya bernafsu, daya pemarah dan daya berfikir. Daya berpikir itu yang disebut akal. Menurut Al-Kindi ada tiga macam akal : akal yang bersifat potensil, akal yang telah keluar dari sifat potensil menjadi aktuil. Dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas disebut Yang Kedua.
Akal yang potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, bagi Al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya  dalam aktualitas. Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini :
1)      Ia merupakan Akal Pertama
2)      Ia selamanya dalam aktualitas
3)      Ia merupakan species dan genus
4)      Ia membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
5)      Ia tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya
Akal pertama ini bagi Al-Kindi, mengandung arti banyak, karena dia adalah universal. Dalam limpahan dari Yang Maha Satu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak.

D.    KESIMPULAN
Al-Kindi, adalah seorang  filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Ia berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai hal-hal yang dirasakakn bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya.
Sebagai filosof islam pertama yang menyelaraskan agama dengan filsafat, ia telah melicinkan jalan bagi filosof sesudahnya, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.

E.     DAFTAR PUSKATA
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973
Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1987



[1] Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, 1987, hlm 103-104
[2] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, 1973, hlm 14
[3] Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, 1987, hlm 129

Categories:

1 comment:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html

Copyright © Catatan Anis Syarifah | Powered by Anis Syarifah