Thursday, April 12, 2012

Lirik dan Terjemah Lagu All By My Self - Celine Dion

lirikwesterindo.blogspot.com
Celine Dion

Lagu All By My Self
Released October 7,1996
Format CD Single, Cassette single
Recorded The Record Plant, Compass Point, Capitol Studios
Genre Soft rock, pop
Length 4:26
Label Columbia, Epic
Writer(s) Eric Carmen, Sergei Rachmaninoff
Producer David Foster, John Fields
Certification Gold (U.S.)
Silver (France, UK)
Download All by Myself (pass:lirikwesterindo)



"All By Myself"

When I was young
saat diriku muda

I never needed anyone
aku tidak membutuhkan yang lain

And making love was just for fun
dan bercinta hanya untuk bersenang-senang

Those days are gone
hari itu sekarang sudah hilang

Livin' alone
hidup sendiri

I think of all the friends I've known
aku mengingat smua teman yang pernah aku kenal

When I dial the telephone
saat aku angkat telepon

Nobody's home
tidak ada yang ingin menjawab


All by myself
sekarang semua hanya ada diriku

Don't wanna be
tidak ingin

All by myself
semua adalah diriku

Anymore
lagi

Hard to be sure
sulit untuk memastikan

Sometimes I feel so insecure
kadang aku merasa tidak nyaman

And loves so distant and obscure
cinta yang tidak pasti dan teramat jauh

Remains the cure
masih tetap seperti dulu


All by myself
semua hanya diriku

Don't wanna be

All by myself

Anymore

All by myself

Don't wanna live

All by myself

Anymore

When I was young

I never needed anyone

Making love was just for fun

Those days are gone

All by myself

Don't wanna be

All by myself

Anymore

All by myself

Don't wanna live

Oh

Don't wanna live

By myself, by myself

Anymore

By myself

Anymore

Oh

All by myself

Don't wanna live

I never, never, never

Needed anyone 

[English Lyrics Taken Fromhttp://www.azlyrics.com]
[Terjemahan lirik diambil dari http://lirikwesternindo.blogspot.com]

Categories: ,

Wednesday, April 11, 2012

Makalah Filosof Al-Kindi

Jika ingin mendownload versi word juga ada, silahkan download disini

Categories:

MAKALAH FILOSOF AL-KINDI (SEJARAH DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRANNYA)


A.    PENDAHULUAN
Adanya jurang pemisah yang dalam antara islam dengan filsafat Aristoteles dalam berbagai persoalan, kemudian adanya serangan yang banyak dilancarkan oleh kalangan agama terhadap setiap pembahasan pikiran yang tidak membawa hasil yang sesuai dengan kaidah agama yang ditetapkan sebelumnya, serta hasrat para filsuf sendiri untuk dapat menyelamatkan diri dari tekanan-tekanan tersebut agar mereka bisa bekerja dengan tenang,  itulah hal-hal yang mendorong filsuf-filsuf untuk mempertemukan agama dengan filsafat.
Sebagaimana Al-Kindi, ia mempertemukan agama dengan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa keduanya sama-sama merupakan ilmu tentang kebenarann, sehingga diantara keduanya tidak ada perbedaan. Pengaruh golongan Mu’tazilah Nampak jelas pada jalan pemikirannya, ketia ia menetapkan kesanggupan akal manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ilmu filsafat pertama yang meliputi ketuhanan, keesaan, keutamaan, dan ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh hal-hal yang berguna dan menjauhkan hal-hal yang merugikan, dibawa kuga oleh rasul Tuhan.
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat sangat memerlukan filsafat untuk memperkuat alas an-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah antara hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Pemecahan Al-kindi terhadap masalah ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti sebenarnya). Arti majazi ini hanya dinyatakan dengan jalan takwil ( penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli pikir.
Kalau ada perbedaan antara afilsafat dengan agama, maka perbedaan itu hanya dalam cara, sumber, dan cirri-cirinya, sebab ilmu nabi-nabi (agama) diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan disiapkan untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar hokum alam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya.[1]

B.     AL-KINDI
Terkenal denga sebutan “Filsuf Arab”, Ya’kub Ibn Ishaq Al-Kindi, berasal dari Kindah di Yaman tetapi lahir di Kufah (Irak) pada tahun 797 M. Ayah Al-Kindi adalah Gubernur Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) dan Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M). Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Zaman itu adalah zaman penterjemahan buku-buku Yunani dan Al-Kindi sepertinya juga aktif dalam gerakan penterjemahan ini, tetapi usahanya lebih banyak dalam member kesimpulan dari pada menterjemah. Karena ia orang yang berada, maka ia dapat membayar orang-orang untuk menterjemahkan buku-buku yang diperlukannya.
Kemudian ia sendiri mengarang buku-buku dan menurut keterangan Ibn Al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 berupa filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, music, matematika, dan sebagainya. Dalam The Legacy of Islam kit abaca bahwa bukunya tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M.[2]
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah :
a.     Aliran Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah flsafat.
b. Pemikiran-pemikiran Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam.
c.    Pemikiran-pemikiran Plato dalam hal-hal kejiwaan.
d.   Pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.
e.   Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-Nya.
f.  Aliran Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.[3]

C.    FILSAFAT AL-KINDI
Ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir. Kata-katanya ini ditunjukkan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya karena dianggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.
Menurut Al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua hal yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi, tujuan seorang filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran, semakin dekat pula kepada kesempurnaan.
Dalam keterangan Al-kindi tersebut terdapat unsur-unsur pikiran Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles terlihat pada pembagian filsafat bersifat teori dan amalan. Unsur Plato ialah tercermin dari pendefinisinya terhadap filsafat, karena sebelum Al-Kindi, Plato telah mengatakan bahwa filsuf adalah orang yang menghiasi dirinya dengan mencintai kebenaran serta penyelidikan, dan lebih mengutamakan jalan keyakinan daripada dugaan (dhan).
Jalan mencapai kebenaran telah digariskan oleh Plato dan aliran Pitagoras. Aliran Pitagoras menetapkan matematika sebagai jalan ke arah ilmu filsafat. Sesuai dengan itu, maka Al-Kindi dalam salah satu risalahnya menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan obat-obatan. Dalam riasalah lain yang berjudul Buku Aristoteles, Al-kindi menekankan perlunya mempelajari buku-buku Aristoteles dengan menyebutkan urut-urutan kegunaan  dan tingkatannya. Dengan demikian maka Al-Kindi selain memperlihatkan corak Platonisme dan Pitagorasme,  ia merupakan pengikut Aristoteles pertama di Arab.

1.      Filsafat Ketuhanan
Selain seorang filosof, Al-kindi adalah seorang ahli ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan menjadi dua, yaitu :
1)  Pengetahuan Ilahi (Divine Science) sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yaitu Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
2)  Pengetahuan Manusiawi (Human Science), atau falsafat. Dasarnya adalah pemikiran (ratio-reason).
Filsafat baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (knowledfe of truth). Di sinilah terlihat persamaan filsafat dengan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, begitu pula tujuan tujuan filsafat. Disamping wahyu, agama menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama (the fisrt truth) bagi Al-kindi ialah Tuhan. Dengan demikian, pada dasarnya filsafat membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan Al-Kindi :
Filsafat yang tekemuka dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar
Tuhan dalam filsafat Al-kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak serupa dengan Tuhan. Tuhan itu unik. Ia adalah Yang Benar Pertama dan Yang Benar Tunggal. Ia semata-mata satu.. hanya ialah yang satu, selain Tuhan semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan paham yang ada dalam islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat Aristoteles. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat pada filsafat Platonius yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu. Namun paham emanasi ini kurang kentara dalam filsafat Al-Kindi, sehingga kemudian Al-Farabi-lah yang menuliskan tentang paham tersebut dengan jelas.

2.      Filsafat Jiwa
Menurut Al-kindi roh tidak tersusun tetapi mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Jiwa mempunyai 3 daya, yaitu daya bernafsu, daya pemarah dan daya berfikir. Daya berpikir itu yang disebut akal. Menurut Al-Kindi ada tiga macam akal : akal yang bersifat potensil, akal yang telah keluar dari sifat potensil menjadi aktuil. Dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas disebut Yang Kedua.
Akal yang potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, bagi Al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya  dalam aktualitas. Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini :
1)      Ia merupakan Akal Pertama
2)      Ia selamanya dalam aktualitas
3)      Ia merupakan species dan genus
4)      Ia membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
5)      Ia tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya
Akal pertama ini bagi Al-Kindi, mengandung arti banyak, karena dia adalah universal. Dalam limpahan dari Yang Maha Satu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak.

D.    KESIMPULAN
Al-Kindi, adalah seorang  filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Ia berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai hal-hal yang dirasakakn bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya.
Sebagai filosof islam pertama yang menyelaraskan agama dengan filsafat, ia telah melicinkan jalan bagi filosof sesudahnya, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.

E.     DAFTAR PUSKATA
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973
Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1987



[1] Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, 1987, hlm 103-104
[2] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, 1973, hlm 14
[3] Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, 1987, hlm 129

Categories:

Thursday, April 5, 2012

PENGANTAR FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM

A.    Pengertian Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ﻓﻟﺳﻔﺔ, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.

Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal ini membuat filasafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu bisa dikatakan banyak menunjukkan segi eksakta, tidak seperti yang diduga banyak orang.

B.     Klasifikasi filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”.

‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, dan Averroes.

C.    Pengertian Filsafat Islam
1.      Apa itu Filsafat Islam?
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia dan alam semesta yang disinari ajaran islam. Adapun definisinya secara khusus sebagai berikut :
1.    Ibrahim Madkur, filasafat islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.
2.  Ahmad Fu’ad Al-Ahwaniy, filsafat islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran islam.
3.   Muhammad Al-‘Athif Al-‘iraqy, filsafat islam secara umum di dalamnya tercakup ilmu kalam, ilmu ushul fiqih, ilmu tasawwuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual islam. Pengertiannya secara khusus, ialah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis yang dikemukaan para filosof muslim.

Jelaslah bahwa filsafat islam merupakan hasil pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat islam ini merupakan buah dari dorongan ajaran Al-Qur’an dan Hadist. Dengan kata lain, umat islam merupakan pewaris tradisi peradaban ketiga bangsa tersebut, yang sebelumnya telah mewarisi pula peradaban bangsa sekitarnya seperti Babilonia, Mesir, Ibrani, dan lainnya.

Perlu diingat bahwa filsafat islam adalah filsafat yang bermuatan religious (keagamaan), namun tidak mengabaikan persoalan-persoalan kefilsafatan. Jadi, pengakuan tentang adanya filsafat islam harus dilihat dari ajaran pokok agamanya. Karena pada hakikatnya jika tidak ada ilham al-Qur’an sebagai sumber dorongan, filsafat dalam dunia islam dalam arti yang sebenarnya tidak akan pernah ada.

2.      Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern
a.      Menjawab Tantangan Kontemporer
Pada saat ini, dalam pandangan saya, umat Islam telah dilanda berbagai persoalah ilmiah filosofis, yang datang dari pandangan ilmiah-filosofis Barat yang bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah, dari berbagai bidang, fisika, biologi, psikologi, dan sosiologi, telah, atas nama metode ilmiah, menyerang fondasi-fondasi kepercayaan agama. Tuhan tidak dipandang perlu lagi dibawa-bawa dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace (w. 1827), kehadiran Tuhan dalam pandangan ilmiah hanyalah menempati posisi hipotesa.Dan ia mengatakan, sekarang saintis tidak memerlukan lagi hipotetsa tersebut, karena alam telah bisa dijelaskan secara ilmiah tanpa harus merujuk kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan yang telah bertanggung jawab atas keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam itu sendiri. Jadi Tuhan telah diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur alam.

b.      Filsafat sebagai Pendukung Agama
Berbeda dengan yang dikonsepsikan al-Ghazali, di mana filsafat dipandang sebagai lawan bagi agama, kini filsafat bisa kita jadikan sebagai mitra atau pendukung bagi agama. Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan yang gencar dari sains dan filsafat modern, filsafat Islam bisa bertindak sebagai pembela atau tameng bagi agama, dengan cara menjawab serangan sains dan filsafat modern terhadap agama secara filosofis dan rasional. Selama ini filsafat dicurigai sebagai disiplin ilmu yang dapat mengancam agama. Ya, memang betul. Apaalagi filsafat yang selama ini kita pelajari bukanlah filsafat Islam, melainkan filsafat Barat yang telah lama tercerabut dari akar-akar metafisiknya. Tetapi kalau kita betul-betul mempelajari filsafat Islam dan mengarahkannya secara benar, maka filsafat Islam juga adalag sangat potensial untuk menjadi mitra filsafat atau bahwan pendukung agama.
Demikian juga serangan terhadap validitas pengalaman mistik dan religius, juga telah dijawab secara mendalam oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya Reconstruction of Religiuous Thought in Islam dan Mehdi Ha’iri Yazdi dalam bukunya The Principle of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by Presence. Dalam kedua karya ini, Iqbal dan Yazdi telah mencoba menjelaskan secara filosofis tentang realitas pengalaman religious dan mistik, dan berusaha menjadikan pengalaman mistik sebagai salah satu sumber ilmu yang sah. Tentu saja masih banyak hal yang dapat dilakukan filsafat Islam untuk mendukung agama, yang tidak pada tempatnya untuk dijelaskan secara rinci di sini.


Sumber :
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Categories:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html

Copyright © Catatan Anis Syarifah | Powered by Anis Syarifah